Swap Stories and a Friendly Warning Morning Call

11:10 AM

Saat berbagi cerita yang membangkitkan semangat, ada rasa yang aneh tapi gak asing saat merasakannya.
Proses tersebut berlangsung dengan sensasi getaran di bagian kepala dan seakan-akan kepala ini membesar dan membesar dalam arti yang sebenarnya. Ya, bisa dibilang hal tersebut adalah momen yang priceless dan tak tergantikan.
Terlebih, bila momen tersebut bersumber dari sebuah suntikan semangat pada pagi hari dari seorang kawan lama. Ya, momen itu baru saja terjadi saat aku membuka mata. It makes my day!
Sebelumnya di blog lainnya, gue sempat bercerita mengenai 'swap stories' antara gue dan sahabat gue, dan beberapa bulan kemudian setelah tulisan itu, gue merasa mungkin momen 'swap stories' itu gak akan pernah terealisasi bersama seorang sahabat gue yang sedang asyik dengan dunianya sendiri, gue juga sih.

Dia adalah temen SMP dan SMA gue yang gue gak nyangka akan sangat sibuk di dunia perkuliahan bahkan di dunia kerja. Saat itu, gue merasa optimis kalau kita bisa jadi teman yang baik dan saling dukung, tapi seiring berjalannya waktu, ternyata inner-circle gue dan dia timpang banget! Gue jadi pesimis, apakah gue yang jelata ini bisa berbaur dengannya kalau-kalau kita kumpul bareng (?)

Dari rasa pesimis itulah, akhirnya gue narik kesimpulan sendiri bahwa the swap stories moment will never ever happen (again)!

Kemarin lusa, sekitar jam 7 pagi, pandangan gue akan hal itu berubah!
Pas gue baru aja melek dan cek handphone, ada sebuah missed called LINE dari dia. Rare moment. Gue tahu mungkin dia mau ngucapin selamat ulang tahun, tapi by calling me? It's a magical (for me)!
Kalau gue gak salah ingat, terakhir kali dia telepon gue waktu SMA, lagi-lagi dia telepon randomly hanya sekadar tanya lagi apa dan apa kabar. Padahal di sekolah tiap hari juga ketemu. This kind of things that always makes me remember about you, G. In a good way. :)

Tanpa pikir panjang gue langsung chat dan bertanya,

"Hey, how have you been?"
"Did you call me?"

"Hey, I'm doing good."

"Yeah, I called you."
*Then, he calls me again.*

It's around 7 in the morning, and around 10 in the Melbourne.

Dia menyapa gue dan mengucapkan selamat ulang tahun dengan rentetan doa yang sangat banyak dan gak bisa gue ingat satu-satu, karena fokus gue saat itu bukan pada doa yang baik-baik yang sudah dia sebutkan, tapi, lebih kepada hey, thanks for call me again, you make my day!

Intinya saat itu gue hanya mengucapkan amin, amin, amin, amin, berkali-kali, dan diakhiri "doa yang sama buat lo juga." dan tiba-tiba masih ada lagi doa-doa lainnya, dan gue bilang amin, amin, amin lagi. Too awkward to start a normal conversation and suddenly I asked, "Gimana di sana? Seru?"

Dia bilang di sana seru banget dan gue disuruh cepetan nyusul. Dia bilang karena ini hari spesial gue, dia mau kasih dukungan buat gue. Dukungan buat semangat sekolah lagi, karena kesempatan gak dateng berkali-kali dan mumpung masih muda, ayo dimanfaatin kesempatan itu.

Dia bilang, "Kalau gue bisa, kenapa lo gak bisa? Lo itu lebih pinter dari gue. Come on, lo selalu lebih pinter dari gue sewaktu sekolah. Lo pasti bisa lah. Ayo coba LPDP."

Sungguh, semangat itu masih membara. Tapi, urusan asmara beberapa tahun belakangan cukup menyita waktu gue selama ini. Gue pikir ini saatnya gue bakar lagi semangat terpendam gue dan kick some ass. Toh, urusan asmara itu udah gak ada lagi, So, I can decide what the best for me independently.

Dia lanjut lagi menyuntikkan gue dengan semangatnya, kalau sekolah di luar negeri itu gak selalu dengan urusan lo kudu jago bahasa inggris. Banyak aspek, Ni, yang menentukan. Segeralah ambil IELTS, dia bilang, gak susah kok, bahkan lo ga perlu les, dan sebenernya bisa belajar sendiri.

Gue hanya bisa bilang, "Iya, iya... gue akan coba setelah ini." It's totally cliche like usual. But, this time, I think I'm not gonna be a cliche person at all. I'll do my best, G.

Setelah itu dia cerita keseharian dia di Melbourne, dari yang sebelumnya tinggal jauh dari kota dan harus naik tram untuk menuju ke kampus. Gak bisa balik malam karena tram cuma sampai jam setengah 11 malam saja sampai akhirnya dia memutuskan untuk tinggal di tengah kota di mana hanya butuh sekitar 5 menit saja untuk menuju kampus. Ah, that's feeling. Campus life. The grass on the university's field. New friends. New knowledge. New experience. Challenging yet amazing. Hati kecil gue nan lembut pun berkata, "Aku mau..... Mau banget jadi mahasiswa lagi!" :)

Dia bilang kalau di sana mahasiswa gak harus datang ke kampus, tapi kita harus tetap memastikan apakah kelas tersebut direkam atau engga, kalau direkam, tinggal lihat saja hasil rekamannya di website kampus. Learn by yourself, do a task by yourself, and complete the assignment by yourself. It's totally demanding an independence, and I got this lesson on the Independence day! Superb.

Sampai pada akhirnya, awkward moment datang lagi, gue dan dia gak tahu harus ngomong apa lagi. Akhirnya dia memutuskan untuk menyudahi telepon dan gue mengiyakan. Then the call is ended. Well Done.

Gue berdiam beberapa saat, it's still 7.25 in the morning on Jakarta over my bed and 10.25 in the morning on Melbourne with his new journey. 9 minutes 22 secs length of call; I have spent a time with a quality topic with a quality person, with you, G.

Satu hal yang bisa gue lakukan setelah itu adalah bersyukur.
Sebenarnya, sangat bersyukur.
Karena rasa sayang tuhan untuk tiap umatnya datang dari jalan yang nggak diduga-duga. Mungkin ini isyarat buat gue, bahwa tuhan ingin gue gak buang-buang waktu lagi, dan gak memupuskan impian terpendam gue begitu aja.

So, let's set a plan!
I have a lot of things to do right now!
Let's be a busier person!

You Might Also Like

0 comments