Kondisi yang memposisikan kita dengan perasaan cukup melalui pencapaian hidup yang begitu-begitu saja, membuat kita kerap menjadi auto-pilot. Menerima, bersyukur, tanpa sadar malas menggali potensi lain dari dalam diri. Aku menyadari, kemalasan memang akar dari kebodohan. Hari ini, aku mulai menyimpulkan bahwa kemalasan merupakan akar dari segala degradasi yang ada dalam diri kita. Fatalnya, malas itu mengakar, malas itu mengasyikan, tapi ada kalanya kita berkeringat dingin melihat pencapaian diri yang itu-itu saja. Tidak ada progress signifikan, hanya aku yang gini-gini aja.
Kemudian kita mulai mencari teman yang senasib. Menyuntikkan semangat-semangat senada yang berujung pada pemakluman ketidakproduktivitasan diri yang terbentuk. Kita semakin terbuai dengan stagnasi. Kita memeluk diri kita yang telah bebal, tapi lidah kerap kelu saat menerima pertanyaan, "sudahkah kamu mendapati pencapaian dalam hidup?" Inikah yang benar-benar kamu inginkan, Ni?
Terkadang kamu perlu dipecut, supaya terluka dan paham rasa sakit. Rasa sakit yang menghasilkan pergeseran maju atau bahkan membuatmu berlari. Bukan berlari dari rasa takut, tapi berlari untuk melampaui batasmu yang seharusnya telah kamu capai dari kemarin-kemarin. Apakah kamu terus-terusan mau kerja keras bagai kuda, namun kamu hanyalah moda penggerak Pak Kusir hingga sampai tujuan?
Ni, sebelum kemalasan makin mengakar, ayo bangkit. Lakukan peregangan, bersiaplah berlatih, untuk berlari sekuat tenaga. Bukan untuk menjadi kuda empunya Sang Tuan, tapi menjadi kuda tak bertuan dengan kamulah pemilik diri yang paling hakiki. Tak apa sedikit terlambat, tapi kesungguhan ini, semoga menjadi awal titik baru yang kamu sadari meski telah lebih dari satu kuarter abad kamu menginjakkan kaki di dunia ini.
Aku yang kerap kali monolog dalam balutan kata-kata abstrak
Hari ini aku menyadari bahwa aku adalah pemalas
Bila beberapa tahun lalu aku berharap ditempa
Tahun ini aku berharap mendapat 1 pecutan
Sebelum kemalasan jadi akar penyesalan
Jangan malas kalau tidak mau menyesal
Masih ada waktu, bersiaplah berlari
Jakarta, 29 Maret 2021
@niiakaroon