Millennial's Problem: Kekhawatiran yang Nggak Perlu Dirisaukan

9:05 PM

"Insecurity is an ugly thing, it makes you hate people that you don't even know." - Drake

Correct! But it's not 100% correct.
Quotes  di atas ada benernya, soal perasaan yang gak aman, gelisah, dan khawatir itu kayaknya banyakan mudharatnya. Salah satu contoh aja nih, rasa insecure bisa bikin kita sekonyong-konyong sebel sama seseorang yang sebenernya kita nggak kenal dia siapa. Rasa insecure itu mungkin muncul karena kita nggak punya apa yang orang tersebut punya, atau secara tiba-tiba, kondisi orang yang kita nggak kenal itu bertransformasi kilat di luar kebiasaan, biasanya sih transformasi dia ke arah yang lebih baik. Nah, jadi insecure lah kita atas hal tersebut!

Well oh well, mungkin istilah cyber-bullying yang lagi hype belakangan ini salah satu pemicu, khususnya di kalangan millennials (Kids jaman now, kata orang-orang...)
Ya, penyebabnya karena banyaknya individu atau sekelompok orang yang merasa insecure. Merasa nggak aman kalau ada yang lebih menonjol dibanding dirinya sendiri, whether it is much better or much worse.

Gue percaya, tiap orang punya sisi insecurity; anxiety feeling. Termasuk gue.
Sedikit banyak kita suka merasa nggak aman dan khawatir dengan apa yang bakal kejadian dengan diri kita di masa depan.
Hal yang membedakan insecurity gue dan lo adalah jenis dan kadarnya.
Hipotesa gue, makin tinggi kadar insecurity maka makin galaulah kita. Rasa insecure juga berbanding lurus dengan keruwetan hidup yang kita alami. Makin insecure, makin kita buat ribet deh hidup kita... (karena ngurusin hidup orang.lol)

Nah, kalau ada yang mau bantu uji hipotesa gue dengan penelitian lebih lanjut, monggooo~ gue akan senang hati menambahkan data dari hasil penelitian lo ke blog ini.hehe

Jadi yang bisa gue garisbawahi mengenai hal yang berkaitan dengan insecure ini adalah soal Self Esteem dan Future. In my opinion, our insecurity depends on these things.

Teori ke-sotoy-an gue berkata, kalau rasa menghargai apa-apa yang ada di diri lo sendiri kurang/nggak kuat. Tingkat insecure lo tinggi bisa jadi karena lo nggak tahu dan nggak ada rencana apapun mengenai hal-hal apa aja yang akan lo lakuin di masa depan, alhasil insecure deh liat orang yang sudah well-planned;

Everybody is going to die, but everybody who has no motivation, and no plan for their future is like going to die from inside while she/he still living in this world. Somehow, they look like a zombie in town! Living to fulfill their need to haunt without soul, without logic or even passion. Even zombies has a motivation to survive by haunting humans. Pardon my words if I am wrong.

Mungkin, gue juga sekarat dan hampir jadi zombie saat ini, makanya gue menuliskan ke-insecure-an gue dalam blog ini supaya kedepannya gue belajar untuk nggak perlu khawatir sama hal-hal yang nggak perlu dikhawatirin; Harapan lainnya, semoga rasa menghargai atas apa-apa yang ada pada diri gue saat ini semakin kuat dengan mengevaluasi segala kekurangan-kekurangan gue dan menjadikannya kekurangan tersebut sebagai suatu kelebihan. Walaupun untuk menjadikannya sebagai kelebihan butuh proses yang panjanggg, dan gue mau deal dengan itu.

Tulisan ini juga bisa jadi pecutan motivasi bagi gue lagi, andai kata suatu saat nanti gue merasa insecure atas suatu realita. Who knows?
Jadi, yuk mulai tuliskan daftar apa aja yang menjadi cikal bakal rasa khawatir!

Gue sudah kelompokkin kekawatiran tersebut atas dasar pemikiran gue sendiri, yakni sebagai berikut. Check it out!
Gue itu kerap insecure atas:
a) diri sendiri, 
b) hubungan dengan tuhan, 
c) hubungan antar sesama manusia

Feel free bilamana lo mau nambahin daftar di atas dengan versi ke-insecure-an lo sendiri di kolom komentar (mengandai kali aja ada yang baca blog ini hehehe). Here we go...

a) Insecure atas diri sendiri,
1. Gue khawatir orang lain melihat gue jelek atau akan menemukan kecacatan gue terus ngomongin gue di depan atau belakang gue. HIKS!

How to deal with that: Lihat ke cermin, perhatikan gue adalah gue, bukan orang lain, tapi gue. Hanya gue seperti yang terefleksi dengan jelas di cermin seperti yang terefleksi dari omongan-omongan orang atas diri gue. Karena yang menilai diri kita bukanlah kita sendiri, tapi ada andil orang lain, ada kacamata orang lain dalam melihat siapa diri kita.

Gue harus meyakini bahwa gue apa adanya begitu, dari sananya emang begitu, dan resapi dari hati yang paling dalam kalau gue menerima segala kekurangan gue. Kalau memang kekurangan-kekurangan dalam karakter diri gue bisa gue ubah menjadi karakter yang lebih baik, gue akan mengubahnya, dan kalau nggak bisa ya mau gimana lagi. Kita tercipta unik, kita tercipta berbeda. We did something, and people judge. I was born to be awesome, not to be perfect, dude!

Kalaupun ada yang ngomongin gue di depan atau di belakang, jadikan itu pecutan biar gue bisa jadi orang yang lebih baik lagi. Karena dalam kondisi yang kayak gini kita punya dua pilihan: get climb or get sink? Gue akan mengusahakan diri untuk get climb dan jadiin itu sebagai pecutan yang sakit buat bangkit jadi pribadi yang lebih baik lagi. Sesungguhnya ini cukup sulit dilakukan, dan untuk part ini gue butuh support entah dari siapapun. Gue yakin selalu ada orang baik yang akan nyemangatin kita, intentionally or unintentionally.

2.Gue khawatir nggak menarik bagi siapapun

How to deal with that: Agak sulit sih untuk bagian ini, karena gue belum menemukan alasan kuat atau harus tanya-tanya ke orang lain, hal apa yang bikin gue terlihat menarik. So, at this time, I defined it by myself, the strength(s) of me based on my point of view.
Lagipula, setiap orang punya kriteria masing-masing mengenai apakah seseorang itu menarik di matanya atau nggak sama sekali. Sama aja kayak orang bilang cantik atau ganteng itu relatif.
Mungkin gue tinggal tunggu waktu yang klik buat ketemu seseorang yang ngeliat gue sebagai orang yang menarik.hehe
Tapi, cara umum yang gue lakuin untuk terlihat menarik adalah dengan tersenyum ke siapa pun. Karena gue anaknya terhitung pasif dan takut salah tegur, yaudah senyumin aja. Seengganya sebelum memberikan kesan gue adalah orang yang menarik, gue kasih impresi ke mereka bahwa gue adalah orang yang ramah dan cinta damai. *peace!

3. Gue khawatir orang akan nge-judgje gue gak becus

How to deal with that: Ini adalah hal yang gue rasakan ketika gue berada dalam titik terendah gue. Kalau gue ngerjain sesuatu dan hal tersebut tak sesuai dengan keinginan gue, itu namanya ketidakpuasan dan gue bisa kejar rasa ketidakpuasan gue sampai gue merasa puas. Tapi, kalau hal yang gue kerjain itu nggak sesuai dengan apa yang diinginkan orang lain, gue takut akan ada label bahwa gue nggak becus.
Kalau sudah begini, mungkin, teori Edwin M. Lemert akan membunuh gue sedikit demi sedikit beserta segala kualitas-kualitas yang ada di dalam diri gue. Walau akhirnya, gue merenung, gue pun sadar bahwa gue harus bangkit dan nggak berhenti belajar. Get climb Ni, Get climb!
Sebenernya, kalau gue (dan lo) mau berpikir jernih, kita itu bukannya nggak becus, kita hanya kurang wawasan dan pengalaman, karena mungkin kita malas atau lalai. Makanya, ayo sama-sama kita bangkit dan jangan berhenti belajar! 

b) Insecure atas hubungan dengan tuhan, 
1. Gue khawatir bahwa dosa-dosa yang gue telah lakukan tidak akan termaafkan

How to deal with that: Gue tahu Tuhan itu Maha Baik, Maha Pengampun, dan Maha-maha segalanya.
Gue sebenernya nggak terlalu khawatir sih, karena sifat Tuhan yang Maha Baik itu maka Dia pasti mengampuni tiap umatnya yang benar-benar mengaku bersalah, memohon ampun, dan bertobat serta berjanji nggak akan mengulangi dosa yang sama. Taubatan nasuha, cuy!
Di sisi lain, gue juga takut sombong, dengan sifat Tuhan yang Maha-maha itu, gue takut jadi ngegampangin bahwa Tuhan akan memaafkan begitu saja, padahal gue nggak tahu apakah setelah berdoa, memohon ampun, dan bertobat, Tuhan langsung maafin gue. Nggak ada jaminan/tanda secara langsung bahwa Tuhan bener-bener maafin gue. Gue hanya bisa berharap semoga Tuhan menerima ketulusan doa gue dan lalu mengampuni. Ya, berharap semoga Tuhan masih sayang sama gue dan nggak ninggalin gue dalam masa sulit dan dalam keadaan apapun.

Andaikata gue diberi sakit untuk menebus dosa yang pernah gue lakukan, gue rela, karena sakit yang diberikan itu membuat kita bermuhasabah akan dosa-dosa kita, dan sakit itu membersihkan kita dari dosa-dosa kecil. (Updated: untuk bagian ini, doa gue dijabah sama Tuhan, that time, click! Gue tahu Tuhan kasih tanda bahwa dia sayang sama gue, dan peduli dengan gue. What a process! What a life!)

Ya, semoga aja Tuhan masih sayang sama kita semua jadi kita nggak insecure lagi karena tahu Dia selalu ada at the bottom of our heart and will forgive our sins.

c) Insecure atas hubungan dengan sesama manusia
1. Gue khawatir orang yang gue suka malah jatuh hati dengan orang lain yang lebih cantik

How to deal with that: Ini sebenernya lebih ke hubungan gue sama pasangan masa depan gue sih. hehe
Hal ini juga nih yang membuat gue berkata kenapa self esteem itu perlu, self concept itu penting. Karena lagi-lagi masalah fisik dan rasa tidak terima atas kekurangan-kekurangan gue bisa menghancurkan tingkat kepercayaan diri gue. Sedih ya? Pernah nggak merasa kecenderungan kayak gitu?
Padahal ya, teorinya: cantik itu relatif. (padahal udah gue sebut di atas; gue bold dan underline lagi sebagai penegasan :'))
Jadi sebenarnya, kita itu cantik/ganteng di mata seseorang, beberapa orang, atau sekelompok orang yang melihat kita itu sebagai sosok yang cantik/ganteng. Mereka bisa lihat dari berbagai sisi, entah hati, paras, perilaku, akal, budi, akhlak, dsbg.

Kalau gue sejujurnya, kadang masih suka ngerasa, "Ah, gue mundur aja deh, lagian cewek yang suka sama dia lebih cakep/pinter." atau "Ah, gue mundur aja deh, kayaknya dia bakalan suka deh sama cewek baru yang cakep dan punya segala-galanya itu." Lalu, gue pun mundur cantik. Menyedihkan.

Padahal ya, sebenernya hal yang kayak gitu nggak perlu. Gue hanya perlu menyugestikan diri gue untuk nothing to lose aja. Kalau seseorang bisa melihat sisi cantik gue (entah hati, paras, perilaku, akal, budi, akhlak, dsbg.), dia nggak akan mikir lagi sampe dua kali, gue pasti bakal di-approach terus. (ngarep amat, Ni?)

Kalau pun kondisinya sebaliknya, misalnya, dia adem ayem aja, ya tinggal balik lagi ke kita sih, kita mau put an effort for catching him/her or it is time to let him go? It's up to me (I mean, you too).

2. Gue khawatir hubungan gue yang sudah dijalin dengan baik gagal atau putus di tengah jalan dan ternyata dia bukan orang yang tepat.

How to deal with that: Sebenernya hal ini lebih cenderung bagi mereka yang udah serius dalam berkomitmen sih. Mungkin kalau yang masih mau main-main nggak teralu mikirin ini, karena toh hidup masih panjang, dan ada juga yang ngerasa masih mau nyoba ini itu.
Berbeda bagi mereka yang udah pingin serius, dan mau mempertahankan sebuah komitmen hingga akhir. Sebenernya sih kuncinya: komitmen itu sendiri.

Ketika seseorang sudah berkomitmen dan satu visi, pasti nggak akan ada kata gagal atau putus di tengah jalan, gimana pun cobaannya. Hanya saja bila cobaan itu datang makin berat dan berat, kita harus terus ingat untuk tetap berpegangan lebih erat lagi supaya 'talinya nggak putus'.

Sebenernya gue masih belum punya solusi atas hal ini, dan masih menjadi ke-insecure-an gue. Mungkin gue hanya perlu diyakinkan bahwa durabilty and loyalty are still exists. At the end, we only need to compromise with our weakness and tolerate each others. Is it a solution?

3. Khawatir gue nggak bisa bahagiain orang tua gue
How to deal with that: Gue akan merasa menjadi anak yang nggak berguna sih kalau nggak bisa membahagiakan mereka, at least, gue bisa mulai membahagiakan mereka sesuai dengan kemampuan gue saat ini. Kalau membahagiakan secara materi masih terbilang jauh sih, gue masih berusaha banget buat jadi anak yang bisa lebih dewasa dan seenggaknya tidak terlalu membebani mereka.

Jujur gue khawatir kalau suatu saat nanti gue harus meninggalkan kedua orang tua gue dan tinggal jauh, karena lingkungan tempat tinggal gue saat ini sungguh nggak baik bagi mereka. Full of threats and full of bad vibes. Gue bisa menjadi sangat-sangat khawatir kalau misalnya terjadi apa-apa sama kedua orang tua gue, khususnya bokap gue, karena sejujurnya kebencian dan kedengkian yang ada di sekeliling kami saat ini menuntut kami untuk selalu berusaha berpikir jernih dan positif.

Jadi, usaha gue saat ini untuk deal dengan ke-insecure-an gue yang ini adalah menjadi anak yang bisa diandalkan bagi kedua orang tua gue.

Sampai pada masanya bila gue taken nanti, gue berdoa semoga gue masih bisa tetap menjadi anak yang bisa diandalkan.

Gue hanya berdoa semoga mereka berdua sehat-sehat semua, termasuk juga gue (dan kita semua), supaya kita bisa sama-sama melihat perubahan dunia ini sama-sama hingga waktu yang nggak bisa kita prediksi~

***
Sejauh ini, baru ini sih rasa insecure gue yang paling kepikiran banget-banget. Mungkin rasa khawatir lo dan gue berbeda, dan sekali lagi mungkin cakupannya bisa lebih luas dari ini, misalnya lo takut bisnis lo gagal, lo takut strategi yang lo udah rancang bagus-bagus nggak berdampak positif secara maksimal. Sekali lagi in my opinion, it's all about your future plan and your confident level to accomplish it. Lack of plan for the future and lack of confidence tends to make you be more insecure or anxiety about the result. Jadi kalau rancangan masa depan gue (atau lo) sudah terencana dengan matang dan kita punya percaya diri serta pandangan positif buat ngejalaninnya, segala kekhawatiran dan kecemasan yang kita punya bukanlah suatu hal yang perlu dirisaukan. Setuju?

Jadi hal apa yang bikin lo cemas dan khawatir saat ini?

You Might Also Like

0 comments